Minggu, 08 Januari 2017

Pantai Karang Jahe lagiiii!

Menjelang akhir tahun 2016 kemarin, tepatnya tanggal 29 Desember, kami ke Pantai Karang Jahe lagi untuk kesekian kalinya. Hihihi.
Ceritanya nih, karena sering dengar cerita seru para cucu yang abis dari Pantai Karang Jahe, Abah jadi penasaran dan pengen kesana juga. 

Dari abis subuh, emak-emak udah rempong nyiapin ini itu. 
Kami memang berencana berangkat sepagi mungkin biar belum terlalu rame pantainya.
Tapi namanya mau pergi ma bocils ya? Persiapan kagak kelar-kelar dah. Hedeeeeh. 
Malak yang malam sebelumnya udah dijanjiin mau ke pantai, Alhamdulillah bisa bangun pagi. Dia semangat karena mau pake baju renang Frozen. Hahahaha. (Aku memang sengaja beli  baju renang gambar Elsa biar dia happy kalo diajak ke pantai dan nggak takut air lagi alias mau nyebur. Hehehe).

Sampai di lokasi, selesai nurunin barang-barang bawaan, baru ngeh kalo tas isi baju gantinya Malak dan bapaknya ketinggalan di rumah. OMG!! Segera aku telpon kang santri yang di rumah, minta tolong buat nganterin tas. Ampun dah ibunya malak nih emang udah mulai pikunceeee 😓😓.

Pas masuk, eh ketemu banyak saudara yang juga lagi piknik. Mereka excited ketemu Abah di pantai. Langsung deh pada minta foto. Nggak tau berapa banyak yang minta foto bareng ma Abah. Kami udah nyebur ke laut, Abah masih melayani foto bersama. Hihihi. 

             (Emak-emak foto duluu)

Malak langsung diajak nyebur sama bapaknya. Ternyata dia masih juga takut. Nggak mau turun dari gendongan. Dibujuk dengan segala macam rayuan, belum mempan juga. Bapak Ibunya keluar masuk air entah berapa kali. 


Hampir setengah jam kami berusaha tak kunjung terlihat hasilnya. Aku udah mutusin "ya udah deh bilas aja kalo gitu". Tapi pas balik, lihat Mbak Maiya-nya asyik main pasir sambil nyari baby crab alias ndemdempo, Malak pun tertarik. Pelan-pelan diturunkan dari gendongan dan..... horeeee Malak mau nginjek pasir pantai! Yes!
Malak yang tadinya rewel minta pulang, begitu nginjak pasir dan ketemu ndemdempo langsung lupa sama rewelnya. Hehehe. 

 (Seneng banget ketemu ndemndempo)


                 (Sooooo happy!!)


Setelah main cukup lama, lalu sama bapaknya diajak masuk ke air. Eh mau lho dia. Enjoy banget dia di dalam air. Sesekali terdengat teriakan riangnya. Senangnya hatikuuu, bocil kesayangan udah nggak takut air lagi.  Yeayyy!!!

           (Pelan-pelan masuk ke air)



Setelah nyebur kurang lebih limabelas menit, aku ajak dia untuk bilas. Begitu keluar dari air dan nginjak pasir, lha kok minta main lagi. Weleeeeh. Udah mulai ketagihan nih si bocil. Ya sudah akhirnya main pasir lagi aja duluuu. 



Saat tiba waktu bilas, lagi-lagi aku dibikin kaget sama si bocil. Dia yang biasanya nggak mau mandi pake air dingin, pas di tempat bilas santai aja tuh diguyur air kran. Njendidil tapi nggak nangis. Malah happy tuh anaknya. Alhamdulillah.. 

Selesai bilas, sarapan dulu dong. Perut udah keroncongan banget soalnya. Menu sarapan di pantai: nasi bungkus mbak Ramini. 

                 (Sarapan dulu)

               (Nyuapin mbak Maiya)



Pas lagi pada makan, Abah protes. "Lha kok pada sarapan disini? Kan aku mau ngajak makan di luar". 
"Tenang Mbahkung, ini sarapan ronde pertama. Nanti sarapan lagi. Hihihi".
Keluar dari Pantai Karang Jahe, kami menuju warung makan Bu Tin di daerah Karanggeneng. Nikmaaaat. Perut kenyang, hatipun senaaaaang! Alhamdulillah...

        (Sarapan kedua di warung Bu Tin)






Kamis, 05 Januari 2017

Menyapih Dengan Cinta

Setiap ibu punya cara sendiri-sendiri dalam menyapih buah hatinya. 
Ada yang menyapih anaknya dengan cara mengolesi 'pabrik ASI' pake lipstick merah, maksudnya biar si anak yang mau nenen jadi batal nenen karena melihat sesuatu yang 'berdarah-darah'. Biasanya si Ibu -sambil akting kesakitan- akan  mengatakan: "Lihat dek, nenennya berdarah. Sakiiiit. Nggak usah nenen ya?!". 
Banyak yang berhasil pakai cara ini. Tapi nggak sedikit pula yang anaknya cuek, tetep saja nenen. Nggak peduli ama sesuatu yang 'berdarah-darah' itu. Hihihi

Ada lagi yang menggunakan cara, mengolesi pake jamu-jamuan atau minyak tawon atau apalah yang rasanya sudah pasti hampir semua anak nggak suka. Harapannya, begitu si anak nenen lalu merasakan pahit, dia akan kapok dan nggak mau nenen lagi. Dan proses sapih pun berhasil. Horeeee!!!! Begitu lah kira-kira bayangan si ibu. Kenyataannya, banyak anak yang nggak masalah bila nenen ibunya pahit. Mereka tetap menikmati dengan syahdu. Dan si ibu pun harus mencari cara lain lagi yang lebih ampuh. Hihihi. 

Selain pakai cara oles-olesan, ada juga yang menyapih anak dengan cara menitipkan anaknya pada sanak keluarga, lalu si ibu pergi ke luar kota minimal satu hari. Ntar datang-datang, anaknya udah lupa sama nenen. Begitu kata yang pake cara ini.

Itu tadi hanya beberapa contoh saja. Masih ada cara-cara lain yang mungkin lebih ajaib lagi dari yang aku sebutin di atas. Hehehe.
Aku sendiri tidak pake cara-cara itu. Aku pernah baca tulisan salah satu ibu blogger (maaf lupa namanya saking banyaknya blog yang aku baca). ASI adalah 'minuman surga' untuk anak kita. Tak sedikit pula ibu-ibu yang rela makan atau minum apa saja demi agar ASI-nya melimpah. Yang minum jamu lah, minum susu kedelai lah, makan daun katuk lah dll *tunjukdirisendiri*. Setelah segala macam usaha itu, masak iya kita mau mengakhiri pemberian ASI dengan cara yang dramatis dan berkemungkinan menimbulkan trauma/shock pada anak?
Aku pikir, iya juga sih. Mungkin ada anak yang biasa-biasa aja setelah disapih dengan model begitu. Tapi kalau ternyata anakku bukan tipe anak yang gampang lupa gimana coba? Kalau dia shock gimana? 
Akhirnya aku pilih cara lain yang sesuai dengan hatiku.

Ketika menyapih Malak, aku memakai metode "WWL" (weaning with love). Apa itu WWL? Weaning with love atau menyapih dengan cinta itu menyapih dengan sukarela dan ikhlas antara ibu dan anak, tanpa paksaan, tanpa kebohongan. Ini aku  copas dari salah satu blog parenting.
(Sebenarnya nggak yakin juga sih. Apakah yang sudah ku lakukan kepada Malak itu termasuk kategori WWL atau enggak. Hahaha ✌🏻️).

Tahapannya kurang lebih sebagai berikut:
- Sebelum anak berusia dua tahun, sudah mulai dikasih pengertian (sounding-sounding gitu lah).
Aku mulai cara ini ke Malak, waktu dia  umur 20 bulan kalo nggak salah. 
"Adek nanti kalo sudah dua tahun, nenennya udah ya? Kan udah gede. Nanti ganti minum yang lain. Air putih, jus jeruk atau susu Ult*a ya..". 
Kalimat itu aku ulang terus sampai aku bosen sendiri. Hihihi. 
Malak hanya menggangguk-angguk tiap kali aku ngomong begitu. Ketika 'dites', "adek nanti kalo udah nggak nenen, minumnya apa dek?"
Dia akan menjawab "aitih (air putih), jusyuk (jus jeruk), sutya (susu ult*a)". 

- frekuensi nenen mulai dikurangi secara bertahap. 
Yang sebelumnya bisa nenen kapan pun si bocil mau, pelan-pelan jatahnya dikurangi. 
'Rumus'nya: Jangan menolak jika anak minta nenen dan jangan nawarin.
Ini yang agak sulit aku praktekkin. Karena capek atau lagi malas, biar anaknya anteng, aku tawarin nenen aja deh. Anak kalo dikasih nenen, ya nggak nolak ya? 
Memang kuncinya di ibu. Kalau ibunya disiplin dan nggak males, insyaAllah proses menyapih lebih cepat berhasil. 
Selain itu yang juga perlu disiapkan adalah kesiapan mental. 
Rasa sedih dan kehilangan tidak hanya dirasakan si anak, Ibu pun merasakan hal yang sama.
Rasanya sediiiih banget membayangkan Malak nantinya udah nggak nenen lagi. 

Akibat ketidakdisiplinan dan ketidaksiapan mental ibunya Malak (ini bener nggak bahasanya ya?), proses WWL berlangsung cukup lama. 
Ditambah lagi waktu itu aku juga menyusui ponakanku Maiya yang sedang ditinggal haji Mamahnya, alhasil susah banget mau nyapih Malak. Karena tiap lihat Mbak Maiya-nya nenen, dia pasti ikutan. 
Akhirnya aku niatin, sepulang Mbak Iyah haji, aku mau serius berusaha nyapih Malak. 

Proses sounding masih terus kulakukan. Tapi tidak seperti sebelumnya, tiap kali diomongin soal "nggak nenen lagi", Malak malah marah. Dia selalu menjawab "nggak mau! Nggak mau! Mau nenen aja!". Pernah sekali waktu aku bilang: "nenennya buat adik aja ya? Katanya Malak pengen punya adik?".
Abis aku omongin gitu, tiap ditanya "mau punya adik nggak?", dia selalu menjawab "nggak mau!". Waduuh! 

Sampai akhirnya di suatu hari Jum'at, tepatnya tanggal 18 November 2016 (Malak 28 bulan), aku memutuskan untuk betul-betul serius menyapih Malak. 
Seharian itu Malak nggak nenen karena asyik main dengan saudara-saudaranya. Ketika malam tiba dan tanda-tanda mengantuk sudah jelas terlihat, mulailah dia rewel minta nenen. Selama ini dia memang kalau bobok ya sambil nenen.
Aku coba mengalihkan perhatiannya. Aku gendong dia kesana kemari sambil kubacain salawat. Malak terus merengek minta nenen. Bahkan sempat tantrum juga. Sambil kugendong, aku ajak ngomong dia pelan-pelan. Setengah jam lebih aku gendong belum mau tidur juga. Karena sudah bener-bener nggak kuat, aku baringkan dia di kasur. Marah dan nangis lagi sekitar lima menit, kemudian tertidur. Pfuihhhh.
Menjelang subuh dia terbangun dan minta nenen. Karena nggak kuat melek, akhirnya aku kasih juga 😓😓.

Hari kedua masa penyapihan, seharian aku sibukkan dia dengan segala macam permainan. Camilan dan susu kotak kecil juga sudah aku siapkan. 
Malam ketika waktunya tidur, dia tantrum lagi karena nggak dapat nenen. Aku gendong lagi. Alhamdulillah nggak sampai setengah jam udah bobok. 
Tengah malam dia bangun, aku kasih air putih dan kugendong sampai tidur lagi. Baru aku taruh di kasur setelah bener-bener pulas tidurnya.
Alhamdulillah hari kedua sukses nggak nenen samsek. 

Hari ketiga, aku dan malak nderekkan Mbahkung ke Surabaya dan Malang. 
Aku berangkat dengan hati yang dagdigdug nggak karuan. Gimana kalau rewel di jalan ya? Bismillah, hadapi saja lah apa yang terjadi nanti.
Benar saja, dua jam berlalu, dia mulai mengantuk. Biasanya begitu dineneni ya langsung bobok. Berhubung lagi disapih ya dislemor-slemorke. Distelin video, dibacain buku, diajak nyanyi-nyanyi. Awalnya sih berhasil dislemorkan tapi lama-lama mulai rewel dan minta nenen terus. Aku bisiki dia dengan "kata-kata sakti". Akhirnya dia berhenti merengek tapi ganti minta gendong. Ulalala.. menggendong anak dengan berat badan 11 kg dalam posisi duduk di dalam mobil untuk waktu yang cukup lama, rempong juga ya ternyata. Dan yang jelas pegelllllll!! 


Tengah malam, dia bangun dan mulai rewel. Setengah mati aku berusaha bangun untuk menggendongnya. Tapi mungkin karena badan capek banget setelah perjalanan cukup jauh dan ngantuk yang teramat sangat, aku sempoyongan waktu nggendong dia. Dan aku pun menyeraaaah! Malak pun mendapatkan apa yang dia inginkan. 

Hari keempat, masih sama. Tengah malam terbangun dan minta nenen tapi Alhamdulillah ibunya bisa bertahan. Walaupun badan rasanya udah nggak karuan karena sering nggendong. 
Hari-hari berikutnya sampai sekitar dua minggu, Malak masih sering ngerengek. Cuma ngerengek aja sih nggak pake acara nangis apalagi tantrum. (Tantrumnya cuma pas dua hari pertama aja. Alhamdulillah).


Sampai hampir tiga minggu, tiap kali mau bobok harus gendongan dulu. Setelah tiga minggu itu dia mulai bisa tidur tanpa harus digendong. Kalau udah ngantuk, dia lalu gelimbang-gelimbung di kasur sampai akhirnya tertidur. Kadang juga minta dibacain cerita dulu tapi belum kelar ceritanya, udah pules duluan dia. 

Memang butuh perjuangan banget menyapih dengan cinta ini. Emak kudu setrooooong. Mesti pinter juga cari kesibukan buat mengalihkan perhatian anak. 
Dan ketika perjuangan itu berbuah manis, bahagia dan legaaaaa sekali rasanya. Alhamdulillah. 

Jadi, para ibu yang menyapih anaknya dengan cara-cara penuh drama itu berarti mereka menyapih tidak dengan cinta ya? Menurutku enggak juga. Mana ada sih ibu yang nggak cinta sama anaknya? Mereka pun menyapih dengan cinta hanya caranya aja yang beda. Hehehe. (Semoga nggak diprotes ahli WWL 😝😝). 




















Selasa, 03 Januari 2017

Liburan Santri Putri 2016

Dari jaman dulu, kalo nggak salah, waktu liburan pondok putri Leteh Rembang itu dua kali dalam setahun. Bulan Maulud (setelah acara Haul Rembang) dan bulan Ramadhan-pertengahan Syawal. 

Nah tahun ini liburan pondok bersamaan dengan liburan sekolah. Hanya saja liburan pondok tidak selama liburan sekolah. Kalau sekolah-sekolah libur sampai tanggal 2 Januari, pondok putri tanggal 20 Desember kemarin sudah masuk lagi. 
Alhasil santri-santri yang sekolah harus merelakan sisa waktu liburan sekolahnya dihabiskan di pondok. 

Ketika aku bertemu mereka, kebanyakan wajahnya masih pada sedih gitu.
"Masih pengen liburan di rumah ya mbak?" tanyaku.
"Iyaaaaa" jawab mereka kompak. 
"Berat ya mbak, masih libur tapi harus balik pondok lagi?" 
"Iyaaaa" lagi-lagi mereka menjawab dengan kompak.

(Antara geli dan kasian aku melihat mereka; para santri yang kebanyakan masih ABG itu. 
Aku pernah ngerasain seperti mereka. Namanya santri, saat liburan bisa pulang ke rumah itu anugerah banget deh. Dan ketika harus balik ke pondok padahal sekolah masih libur itu rasanya beraaaaatttt. Hehehe. 
Ayoooo yang pernah sekolah sambil mondok mana suaranyaaaahhhh???).

Secara spontan, aku bilang pada mereka.
"Ya nanti kita bikin kegiatan apa tah apa gitu ya buat ngisi liburan. Supaya sampeyan nggak cuma gelimbang-gelimbung aja terus ngelamun bayangin liburan di rumah".

Aku pun segera berkoordinasi dengan pengurus pondok untuk membahas ide spontanku itu.
Alhamdulillah pengurus sependapat denganku. Jadi mereka bisa langsung mengkondisikan. (Apa sih ini bahasanya???)

Keesokan harinya pengurus menemuiku bersama salah satu pengurus PC IPPNU Rembang. Mereka minta izin ngadain penyuluhan untuk para santri. 
Acara hasil kerjasama PC IPPNU Rembang dengan LPAR (Lembaga Perlindungan Anak Rembang) dan KIBARR (Konsultasi Informasi Bagi Remaja Rembang)  itu memang dadakan banget.
Jadi ceritanya, pengurus pondok ngontak pengurus PC IPPNU Rembang, minta masukan kegiatan apa yang kira-kira bisa buat ngisi liburannya para santri.
Lalu muncul lah ide bikin penyuluhan itu. Kebetulan, pihak yang mau diajak kerjasama juga cepet banget responnya. Gayung bersambut gitu deh.

Penyuluhan dilakukan dua kali. Hari pertama diisi oleh KIBARR dengan mengambil tema "Kesehatan Reproduksi". 
Selain dijelaskan tentang kesehatan reproduksi, para santri juga diberi penjelasan tentang kehamilan yang tidak diinginkan. 


(Mengenal organ reproduksi)


(Say no to pernikahan dini 😊)

Hari kedua diisi oleh LPAR. Tema penyuluhan: "Pencegahan Pernikahan Dini".
Sebuah film tentang kisah anak remaja yang menikah di usia dini karena kehamilan yang tidak diinginkan, diputar untuk kemudian dijadikan bahan diskusi para santri. 






Alhamdulillah, para santri senang dengan adanya penyuluhan ini. Banyak diantara santri yang minta untuk diadakan acara seperti ini lagi. 

Terimakasih kepada PC IPPNU Rembang, KIBARR dan LPAR yang telah menyelenggarakan acara ini. InsyaAllah bermanfaat untuk para santri. 

Hari-hari berikutnya, liburan diisi dengan belajar ketrampilan tangan (membuat bantalan peniti, mawar flanel, pembatas buku dan tassel) dan nonton film satu kali. 
Ada cerita lucu berhubungan dengan nonton film ini. Maksudku muter film untuk para santri selain buat hiburan, aku juga minta mereka bikin review film. Jadi nggak cuma dapat nontonnya aja tapi sekalian latihan nulis juga.
Waktu aku tanyakan pada pengurus -keesokan harinya- soal review film tsb, sambil menahan tawa pengurus bilang: "yang dibikin bukan review tapi malah kesan-kesan mbak. Ada yang curhat juga". Hahaha. 








Selain itu, pengurus perpustakaan juga menambah koleksinya dengan beberapa buku baru sekaligus pada liburan ini supaya waktu luang santri bisa dimanfaatkan untuk membaca buku-buku baru. 

Mudah-mudahan apa yang didapat para santri selama sisa liburan sekolah kemarin, bermanfaat bagi mereka. Amiin. 




Minggu, 01 Januari 2017

Selamat Tinggal 2016, Selamat Datang 2017!


Tahun 2016 adalah tahun duka bagi keluarga kami.
Ibuk, Pakde Maftuh, Pakde Zaki dan Paklik Nafis Misbah kapundut dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama. 

Ibuk wafat pada tanggal 30 Juni, tepat saat malak -cucu perempuan pertama Ibuk- genap berusia 2 tahun. 
Hari itu, aku bangun dengan senyum bahagia. Bocah kecil kesayanganku tiba-tiba saja sudah dua tahun usianya. Rasanya tak sabar menunggu Ibuk pulang. Ingin segera berbagi cerita dengan Ibuk. "Buk, malak sudah dua tahun. Sudah bisa begini begitu Buk. Sudah pinter ini itu dan lain sebagainya". 
Tapi takdir berkata lain. Ibuk kapundut sebelum aku sempat menyampaikan cerita remeh temeh khas ibu-ibu baru itu. 

Ketika itu aku sempat merasa kasihan pada malak. "Ya Allah dek, kamu cuma sebentar ya sama Mbahyi". Tapi lalu aku tersadar. Aku tidak seharusnya merasa kasihan. Astaghfirullah..

Walaupun hanya dua tahun bersama tapi malak sungguh beruntung sempat merasakan kasih sayang yang luar biasa dari Mbahyinya.

Saat masih di dalam perut, Ibuk sudah menghadiahi macam-macam. Kamar lama tapi baru disiapkan untuk malak. Ibuk juga membeli sendiri lemari, ember dan perlengkapan lainnya untuk malak. 
Bahkan peralatan makan pun juga sudah dibelikan. 

Sehari setelah malak lahir, anting-anting sudah disiapkan Ibuk untuk dipasangkan di kedua telinga malak. Lalu beberapa hari kemudian, Ibuk menghadiahi gelang yang tentu saja masih sangat kedodoran saat dipasangkan di tangan malak yang kecil iwir-iwir. 

Hari-hari berikutnya seperti tiada hari tanpa hadiah. Tindak kemana saja, kondurnya selalu membawa sesuatu untuk malak. Entah itu baju, sepatu, boneka, jilbab, buku atau mainan. 

Ketika malak usia lima bulan, saat sedang di Surabaya, aku bawa dia berenang di baby spa. Aku kirim video dan foto-fotonya ke Ibuk. Tak disangka, beberapa waktu kemudian Ibuk membelikan kolam renang mungil untuk malak. "Ben renang ning omah. Lucu og" begitu kata Ibuk waktu itu. 

Ibuk pula yang selalu ngingetin aku untuk bikin bancakan weton-nya malak. 
Waktu malak keluar gigi pertama, Ibuk langsung utusan bikin bubur pake jagung pipil. Begitu juga saat malak bisa jalan. Sego jangan menir disiapkan untuk bancakannya. 

Sebelum gerah -yang mengakibatkan Ibuk ndak bisa ngangkat-ngangkat beban berat- setiap malak nangis dan rewel, Ibuk langsung mengambil alih. Menggendong malak sambil bersalawat atau ngaji.
Setelah ndak bisa nggendong-nggendong lagi, Ibuk selalu minta malak dinaikkan ke atas kasur beliau tiap kali malak pengen main sama Mbahyinya. 

Beberapa hari sebelum kapundut, malak dan saudara-saudaranya juga masih mendapat hadiah dari Mbahyinya. 

Ibuk, maturnuwun atas cinta dan kasih sayang yang begitu besar untuk kami. Doakan kami kuat menjalani hari-hari kedepan ya Buk. 

-------------------------------------
Tanggal 20 September 2016 ba'da Maghrib, Pakde Maftuh Basyuni menyusul Ibuk. 

Siapapun yang mengenal Pakde Tuh -begitu kami biasa ngaturi beliau- pasti akan mengatakan kalo Pakde itu sosok yang tegas, bersih, amanah dan perhatian.

Aku ingat, Ibuk pernah bercerita tentang sosok Pakde Tuh. Saat bercerita, mata Ibuk berkaca-kaca. Suara tersendat menahan tangis. Bukan tangis kesedihan tapi tangis haru bahagia. Dari ceritanya, bisa kutangkap betapa Ibuk sangat bangga pada Pakde Tuh. 

Tahun 2004 ketika aku beribadah haji dan mendapat musibah, Pakde yang saat itu menjabat sebagai Dubes atau Menteri Agama ya? -ditengah kesibukannya- menyempatkan rawuh ke maktab untuk menengok. 
"Piye nduk? Ora popo kowe?" Begitu sapa beliau ketika melihatku. 

Beliau tak lama berada di maktab kami. Walaupun hanya sebentar tapi kami seneng banget. Di saat yang sibuk, Pakde masih meyempatkan perhatiannya untuk kami. 

-------------------------------------
Dua bulan setelah Pakde Maftuh Basyuni wafat, tepatnya tanggal 20 November 2016, kabar duka kembali aku terima. Pakde Zaki (kakak tertua Ibu mertua) kapundut. 

aku bertemu dengan Pakde Zaki mungkin hanya tiga kali. Kami jarang sekali bertemu karena beliau berdomisili di Bali.

Ketika masih manten baru, aku diberi wejangan macem-macem oleh Pakde. Namanya baru kenal, waktu itu aku juga deg-degan dan agak-agak takut diajak ngobrol sama beliau. Tapi karena beliau guyon terus dan ndawuhinya juga dengan gaya santai, aku pun jadi nggak tegang. 

Dengan ponakan-ponakannya yang lain, aku lihat Pakde sangat dekat. Kadang saling guyon, saling ledek dan eyel-eyelan. Waktu itu cuma ngebatin aja: seru juga Pakde dan ponakan-ponakan ini 😊. 

Beliau gerah sudah cukup lama. Beberapa hari sebelum wafat, sempat video call-an sama beliau. 
Sekarang Pakde sudah ndak kesakitan lagi ya Pakde? InsyaAllah Pakde sudah bahagia sekarang. 

-------------------------------------

Satu minggu setelah Pakde Zaki wafat, tepatnya tanggal 28 November 2016, kami kembali mendapatkan kabar duka. 
Pagi-pagi masih dalam kondisi agak ngantuk, aku dapat kabar dari Abah.
"Lik Nafis kapundut". 
"Lik Nafis Bangilan, Bah?" tanyaku memastikan.
"Iya" jawab Abah pendek. 

Dalam perjalanan ke Bangilan untuk ta'ziyah, ingatanku melayang ke peristiwa empat tahun yang lalu.

Tahun 2013, pertama kalinya aku ketemu dengan Paklik Nafis Misbah. 
(Duluuuu waktu aku kecil dan Mbah Misbah masih sugeng, setiap lebaran keluarga besar Bani Bisri selalu sowan ke Mbah Bah -begitu kami ngaturi Mbah Misbah. Yang aku ingat hanya sosok Mbah Bah saja. Aku sama sekali nggak ingat bahkan mungkin nggak paham dengan putra-putra Beliau. Setelah Mbah Bah kapundut, aku nggak pernah ke Bangilan lagi dan baru kesana ya empat tahun yang lalu itu).

"Assalamu'alaikum"... kami (aku dan mas Rizal) bersamaan mengucapkan salam. 
"Wa'alaikumsalam" jawab sang pemilik rumah sambil membukakan pintu.
"Paklik Nafis nggih?" tanyaku ragu-ragu.
"Iyo. Sopo iki?" tanya Beliau sambil memandang kami dengan ekspresi heran.
"Kulo almas binti Mustofa Bisri Rembang" jawabku pelan. Bukan karena takut melihat sosoknya yang tampak galak tapi lebih karena malu karena sama Pakliknya sendiri kok ga kenal. 
"Masya Allah! Ayo mlebu! Mlebu!" Beliau lalu mempersilahkan kami untuk masuk. 

Semenjak itu, Alhamdulillah setiap lebaran bisa sowan kesana. Seneng rasanya bisa kembali nyambung dengan keluarga Bangilan.

Terakhir ketemu Lik Nafis, tanggal 16 Juli 2016. Waktu itu ada saudara di Senori yang punya gawe. Selesai acara, kami sowan ke Beliau. 
Pada pertemuan terakhir itu, Lik Nafis sempat ndangu; "wingi Tain mampir Rembang pora? Jare arep sowan Abahmu".
Dengan nggak enak hati, aku balik bertanya; "mm... Tain sinten nggih Lik?" 
"Yo Paklikmu! Piye tho?!" 

(Ya Tuhan, saking banyaknya saudara aku sampai nggak mudeng siapa-siapa aja. Nyuwun ngapunten Gustiii).

Lalu beliau pun berpesan: "karo dulur-dulur sing wis suwe ora ketemu, disambung maneh. Ojo nganti pedot". Ternyata itulah pesan terakhir beliau untuk kami. 


aku yakin, Beliau-beliau sekarang sudah bahagia berada ditempat yang lebih indah, di dekatNya. 
Lahumul faatihah..
-------------------------------------

Selamat tinggal tahun 2016 dan selamat datang tahun 2017. Selamat tahun baru untuk semuanya. Semoga hal-hal baik di tahun lalu bisa terus kita lakukan. Dan yang buruk-buruk tidak lagi terulang.