Kamis, 21 Januari 2016

Sisters

Apa rasanya memiliki lima kakak perempuan? 
Jika pertanyaan itu diajukan padaku, aku akan dengan mantap menjawab: Tentu saja membahagiakan walaupun kadang-kadang juga menyebalkan. Hahaha. 

Ya, dulu ketika masih kecil, aku memang sering merasa sebel dengan kakak-kakakku. Begitu pun juga sebaliknya. 
Sebagai adik perempuan termuda, aku dulu merasa selalu dipake kalah-kalahan. 
Dalam ingatanku, aku sering dimarahi kakak-kakakku. Mungkin karena akunya yang kelewat bandel kali ya? Hehehe. 
Kejadian tidak menyenangkan yang paling membekas di hatiku yaitu ketika aku SD. Kalau nggak salah waktu itu aku masih kelas 2 SD. 
Hampir setiap hari, aku berangkat dengan membonceng salah satu kakakku yang sekolah di SMP yang satu arah dengan sekolahku. 
Begitu sampai di sekolahku, kakak menyuruhku turun dari boncengan sepeda dengan cara yang kejam. LONCAT! CEPET! AKU UDAH TELAT!!! 
Bayangkan. Anak sekecil diriku disuruh turun dari boncengan dengan cara loncat! KEZAMMMM!!!!

Lalu aku juga pernah tidak 'dianggap' oleh salah satu kakakku -yang lainnya lagi. 
Waktu itu aku diajak jalan-jalan tapi aku disuruh jalan di belakangnya (dikasih jarak sekian meter). Aku nggak boleh berjalan disebelahnya. Dan dia juga mewanti-wantiku: "pokoknya kita kayak nggak kenal ya!". 
Waktu itu mungkin penampilanku terlalu kucel sehingga kakakku -yang sedari kecil gayanya udah paripurna- malu mengakui aku sebagai adiknya. Tapi herannya, kok aku mau-mau aja ya diperlakukan seperti itu? Sama sekali nggak merasa terhina atau merasa terinjak-injak harga diriku. Halah! Aku tetep ngintil dia dengan setia. 
Baru merasa mangkel pas udah gede dan pas inget-inget kejadian itu. Hahaha. 

Kalau mengenang masa kecil itu lucu-lucu menyedihkan rasanya. (Huwopoo iku?). 
Kayaknya dimana-mana yang namanya saudara sekandung, ketika masih kecil banyakan nggak akurnya ya? Hehehe.
Ketika semua sudah beranjak remaja dan kemudian menjadi dewasa (duileee dewasaaaa), ketidakakuran itu hilang entah kemana.
Tentulah namanya manusia, walaupun sekandung tetap aja ada nggak cocoknya. Kadang ada yang nggak pas di hati dan sering juga terjadi 'ketegangan'. Tapi ya nggak pernah berlarut-larut. Tak berapa lama pasti udah kompak lagi. 

Dulu tiap kakak-kakak ngobrol, aku nggak dibolehin nimbrung dengan alasan "masih kecil". Aku sering penasaran. Orang-orang gede itu ngobrolin apa sih? Kenapa aku nggak boleh tau? Dulu aku sering merasa diadiktirikan. 
Itu duluuuu. Sekarang? Sekarang kami bisa ngobrol bareng dengan guyub dan seru. Jangan harap bisa bisik-bisik sendiri. Misalkan dua atau tiga diantara kami sedang ngobrol, kemudian datang yang lainnya, pasti kalimat pertama yang terlontar -dari yang baru gabung- adalah; "piye? Piye? Ada apa?". Hihihi. 

Jarak yang memisahkan beberapa diantara kami tidak lantas membuat kami menjadi jauh. Ya, secara fisik kami memang berjauhan. Tapi hati kami selalu dekat. Uhuk!
Hampir setiap hari selalu ada obrolan seru. Random chat adalah makanan sehari-hari kami. Kami bisa ngobrol soal berita terkini dengan serius lalu nggak lama loncat ke topik lainnya. Dari ngobrolin laktasi, kemudian bahas acara tv lalu ganti ke topik baju. Lain waktu kami lagi ngobrol tentang ilmu parenting. Sedang asyiknya sharing tiba-tiba ada yang OOT bahas resep kue. Kami bisa ngobrol panjang lebar kali tinggi soal tas ransel kemudian ganti ke soal ramekin.  
Ya begitulah, namanya juga perempuan. Hehehe.

Untuk aku pribadi, aku merasa beruntung menjadi adik perempuan termuda. Apalagi setelah aku menikah dan kemudian punya anak. Aku belajar banyak dari kakak-kakakku. 
Tapi ada kejadian lucu. Walaupun kakak-kakakku lebih berpengalaman soal anak tapi mereka pernah kebingungan dan nggak bisa menjawab waktu aku tanya tentang sesuatu. 
Jadi, ketika malak baru lahir aku melihat sesuatu pada salah satu bagian tubuhnya. Untuk memastikan sesuatu itu bukan hal yang membahayakan, bertanyalah aku pada kakak-kakakku. (Karena pada saat itu Ibuk tidak berada di dekatku maka aku bertanya kepada mereka).
"Ini apa ya mbak?" tanyaku sambil menunjukkan sesuatu di lipatan kulit malak.
Mereka satu persatu mengamati lalu masing-masing berkata dengan kalimat yang hampir sama.
"Apa ya ini? Aduh apa ya? Soalnya anak-anakku cowok semua. Jadi nggak tau ini apa. Coba tanya dokter aja untuk lebih pastinya". 
Hihihi. 

Begitu pun dalam hal masak memasak. Kalau abis bikin masakan, kami biasa saling pamer. Pamer, ngiming-ngimingi sekaligus manas-manasin yang lain biar ikutan bikin juga. Dari sini lah kami membuat tagar SisterChallenge. Tantangan buat kami berenam agar semakin semangat belajar masak. Tantangan ini ada syaratnya. Syaratnya: resep harus yang simple dan bahan-bahannya mudah didapat. Jika salah satu dari kami mengajukan resep untuk dijadikan tantangan tetapi resep tsb ribet (baik bahan maupun cara bikinnya), sudah pasti tantangan tsb akan ditolak mentah-mentah. Hahaha. ( Iki challenge model opooo??? ).

Bahagianya memiliki saudara perempuan itu, banyak hal yang bisa dibagi. Tak hanya berbagi cerita, kami biasa pinjem-pinjeman baju, alat make up/kosmetik, aksesoris, sandal dan lain lain -yang bisa dibagi tentunya. Hehehe. 
Jika salah satu dari kami galau ketika hendak membeli suatu barang, tak jarang kami mendiskusikannya terlebih dahulu. Kalau menurut yang lain bagus, ya dibeli. Kalau pada bilang nggak bagus, ya tetep dibeli juga.  Hahahahaha 😝😝✌️✌️. 

Walaupun kini masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri tapi kami selalu ada untuk satu sama lain.
Saling berbagi, saling mencintai, saling mendoakan, saling mengingatkan, saling mendukung, saling menguatkan, That's what sisters are for... 

                         ***

Terimakasih Allah. Aku sangat bersyukur. Memiliki mereka adalah salah satu anugerah indahMu. 

( I love you mbak-mbakku, sayang-sayangku, sahabat-sahabat sejatikuuuu 😘😘😘😘😘 )




Tidak ada komentar:

Posting Komentar