Kamis, 05 Januari 2017

Menyapih Dengan Cinta

Setiap ibu punya cara sendiri-sendiri dalam menyapih buah hatinya. 
Ada yang menyapih anaknya dengan cara mengolesi 'pabrik ASI' pake lipstick merah, maksudnya biar si anak yang mau nenen jadi batal nenen karena melihat sesuatu yang 'berdarah-darah'. Biasanya si Ibu -sambil akting kesakitan- akan  mengatakan: "Lihat dek, nenennya berdarah. Sakiiiit. Nggak usah nenen ya?!". 
Banyak yang berhasil pakai cara ini. Tapi nggak sedikit pula yang anaknya cuek, tetep saja nenen. Nggak peduli ama sesuatu yang 'berdarah-darah' itu. Hihihi

Ada lagi yang menggunakan cara, mengolesi pake jamu-jamuan atau minyak tawon atau apalah yang rasanya sudah pasti hampir semua anak nggak suka. Harapannya, begitu si anak nenen lalu merasakan pahit, dia akan kapok dan nggak mau nenen lagi. Dan proses sapih pun berhasil. Horeeee!!!! Begitu lah kira-kira bayangan si ibu. Kenyataannya, banyak anak yang nggak masalah bila nenen ibunya pahit. Mereka tetap menikmati dengan syahdu. Dan si ibu pun harus mencari cara lain lagi yang lebih ampuh. Hihihi. 

Selain pakai cara oles-olesan, ada juga yang menyapih anak dengan cara menitipkan anaknya pada sanak keluarga, lalu si ibu pergi ke luar kota minimal satu hari. Ntar datang-datang, anaknya udah lupa sama nenen. Begitu kata yang pake cara ini.

Itu tadi hanya beberapa contoh saja. Masih ada cara-cara lain yang mungkin lebih ajaib lagi dari yang aku sebutin di atas. Hehehe.
Aku sendiri tidak pake cara-cara itu. Aku pernah baca tulisan salah satu ibu blogger (maaf lupa namanya saking banyaknya blog yang aku baca). ASI adalah 'minuman surga' untuk anak kita. Tak sedikit pula ibu-ibu yang rela makan atau minum apa saja demi agar ASI-nya melimpah. Yang minum jamu lah, minum susu kedelai lah, makan daun katuk lah dll *tunjukdirisendiri*. Setelah segala macam usaha itu, masak iya kita mau mengakhiri pemberian ASI dengan cara yang dramatis dan berkemungkinan menimbulkan trauma/shock pada anak?
Aku pikir, iya juga sih. Mungkin ada anak yang biasa-biasa aja setelah disapih dengan model begitu. Tapi kalau ternyata anakku bukan tipe anak yang gampang lupa gimana coba? Kalau dia shock gimana? 
Akhirnya aku pilih cara lain yang sesuai dengan hatiku.

Ketika menyapih Malak, aku memakai metode "WWL" (weaning with love). Apa itu WWL? Weaning with love atau menyapih dengan cinta itu menyapih dengan sukarela dan ikhlas antara ibu dan anak, tanpa paksaan, tanpa kebohongan. Ini aku  copas dari salah satu blog parenting.
(Sebenarnya nggak yakin juga sih. Apakah yang sudah ku lakukan kepada Malak itu termasuk kategori WWL atau enggak. Hahaha ✌🏻️).

Tahapannya kurang lebih sebagai berikut:
- Sebelum anak berusia dua tahun, sudah mulai dikasih pengertian (sounding-sounding gitu lah).
Aku mulai cara ini ke Malak, waktu dia  umur 20 bulan kalo nggak salah. 
"Adek nanti kalo sudah dua tahun, nenennya udah ya? Kan udah gede. Nanti ganti minum yang lain. Air putih, jus jeruk atau susu Ult*a ya..". 
Kalimat itu aku ulang terus sampai aku bosen sendiri. Hihihi. 
Malak hanya menggangguk-angguk tiap kali aku ngomong begitu. Ketika 'dites', "adek nanti kalo udah nggak nenen, minumnya apa dek?"
Dia akan menjawab "aitih (air putih), jusyuk (jus jeruk), sutya (susu ult*a)". 

- frekuensi nenen mulai dikurangi secara bertahap. 
Yang sebelumnya bisa nenen kapan pun si bocil mau, pelan-pelan jatahnya dikurangi. 
'Rumus'nya: Jangan menolak jika anak minta nenen dan jangan nawarin.
Ini yang agak sulit aku praktekkin. Karena capek atau lagi malas, biar anaknya anteng, aku tawarin nenen aja deh. Anak kalo dikasih nenen, ya nggak nolak ya? 
Memang kuncinya di ibu. Kalau ibunya disiplin dan nggak males, insyaAllah proses menyapih lebih cepat berhasil. 
Selain itu yang juga perlu disiapkan adalah kesiapan mental. 
Rasa sedih dan kehilangan tidak hanya dirasakan si anak, Ibu pun merasakan hal yang sama.
Rasanya sediiiih banget membayangkan Malak nantinya udah nggak nenen lagi. 

Akibat ketidakdisiplinan dan ketidaksiapan mental ibunya Malak (ini bener nggak bahasanya ya?), proses WWL berlangsung cukup lama. 
Ditambah lagi waktu itu aku juga menyusui ponakanku Maiya yang sedang ditinggal haji Mamahnya, alhasil susah banget mau nyapih Malak. Karena tiap lihat Mbak Maiya-nya nenen, dia pasti ikutan. 
Akhirnya aku niatin, sepulang Mbak Iyah haji, aku mau serius berusaha nyapih Malak. 

Proses sounding masih terus kulakukan. Tapi tidak seperti sebelumnya, tiap kali diomongin soal "nggak nenen lagi", Malak malah marah. Dia selalu menjawab "nggak mau! Nggak mau! Mau nenen aja!". Pernah sekali waktu aku bilang: "nenennya buat adik aja ya? Katanya Malak pengen punya adik?".
Abis aku omongin gitu, tiap ditanya "mau punya adik nggak?", dia selalu menjawab "nggak mau!". Waduuh! 

Sampai akhirnya di suatu hari Jum'at, tepatnya tanggal 18 November 2016 (Malak 28 bulan), aku memutuskan untuk betul-betul serius menyapih Malak. 
Seharian itu Malak nggak nenen karena asyik main dengan saudara-saudaranya. Ketika malam tiba dan tanda-tanda mengantuk sudah jelas terlihat, mulailah dia rewel minta nenen. Selama ini dia memang kalau bobok ya sambil nenen.
Aku coba mengalihkan perhatiannya. Aku gendong dia kesana kemari sambil kubacain salawat. Malak terus merengek minta nenen. Bahkan sempat tantrum juga. Sambil kugendong, aku ajak ngomong dia pelan-pelan. Setengah jam lebih aku gendong belum mau tidur juga. Karena sudah bener-bener nggak kuat, aku baringkan dia di kasur. Marah dan nangis lagi sekitar lima menit, kemudian tertidur. Pfuihhhh.
Menjelang subuh dia terbangun dan minta nenen. Karena nggak kuat melek, akhirnya aku kasih juga 😓😓.

Hari kedua masa penyapihan, seharian aku sibukkan dia dengan segala macam permainan. Camilan dan susu kotak kecil juga sudah aku siapkan. 
Malam ketika waktunya tidur, dia tantrum lagi karena nggak dapat nenen. Aku gendong lagi. Alhamdulillah nggak sampai setengah jam udah bobok. 
Tengah malam dia bangun, aku kasih air putih dan kugendong sampai tidur lagi. Baru aku taruh di kasur setelah bener-bener pulas tidurnya.
Alhamdulillah hari kedua sukses nggak nenen samsek. 

Hari ketiga, aku dan malak nderekkan Mbahkung ke Surabaya dan Malang. 
Aku berangkat dengan hati yang dagdigdug nggak karuan. Gimana kalau rewel di jalan ya? Bismillah, hadapi saja lah apa yang terjadi nanti.
Benar saja, dua jam berlalu, dia mulai mengantuk. Biasanya begitu dineneni ya langsung bobok. Berhubung lagi disapih ya dislemor-slemorke. Distelin video, dibacain buku, diajak nyanyi-nyanyi. Awalnya sih berhasil dislemorkan tapi lama-lama mulai rewel dan minta nenen terus. Aku bisiki dia dengan "kata-kata sakti". Akhirnya dia berhenti merengek tapi ganti minta gendong. Ulalala.. menggendong anak dengan berat badan 11 kg dalam posisi duduk di dalam mobil untuk waktu yang cukup lama, rempong juga ya ternyata. Dan yang jelas pegelllllll!! 


Tengah malam, dia bangun dan mulai rewel. Setengah mati aku berusaha bangun untuk menggendongnya. Tapi mungkin karena badan capek banget setelah perjalanan cukup jauh dan ngantuk yang teramat sangat, aku sempoyongan waktu nggendong dia. Dan aku pun menyeraaaah! Malak pun mendapatkan apa yang dia inginkan. 

Hari keempat, masih sama. Tengah malam terbangun dan minta nenen tapi Alhamdulillah ibunya bisa bertahan. Walaupun badan rasanya udah nggak karuan karena sering nggendong. 
Hari-hari berikutnya sampai sekitar dua minggu, Malak masih sering ngerengek. Cuma ngerengek aja sih nggak pake acara nangis apalagi tantrum. (Tantrumnya cuma pas dua hari pertama aja. Alhamdulillah).


Sampai hampir tiga minggu, tiap kali mau bobok harus gendongan dulu. Setelah tiga minggu itu dia mulai bisa tidur tanpa harus digendong. Kalau udah ngantuk, dia lalu gelimbang-gelimbung di kasur sampai akhirnya tertidur. Kadang juga minta dibacain cerita dulu tapi belum kelar ceritanya, udah pules duluan dia. 

Memang butuh perjuangan banget menyapih dengan cinta ini. Emak kudu setrooooong. Mesti pinter juga cari kesibukan buat mengalihkan perhatian anak. 
Dan ketika perjuangan itu berbuah manis, bahagia dan legaaaaa sekali rasanya. Alhamdulillah. 

Jadi, para ibu yang menyapih anaknya dengan cara-cara penuh drama itu berarti mereka menyapih tidak dengan cinta ya? Menurutku enggak juga. Mana ada sih ibu yang nggak cinta sama anaknya? Mereka pun menyapih dengan cinta hanya caranya aja yang beda. Hehehe. (Semoga nggak diprotes ahli WWL 😝😝). 




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar