Minggu, 01 Januari 2017

Selamat Tinggal 2016, Selamat Datang 2017!


Tahun 2016 adalah tahun duka bagi keluarga kami.
Ibuk, Pakde Maftuh, Pakde Zaki dan Paklik Nafis Misbah kapundut dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama. 

Ibuk wafat pada tanggal 30 Juni, tepat saat malak -cucu perempuan pertama Ibuk- genap berusia 2 tahun. 
Hari itu, aku bangun dengan senyum bahagia. Bocah kecil kesayanganku tiba-tiba saja sudah dua tahun usianya. Rasanya tak sabar menunggu Ibuk pulang. Ingin segera berbagi cerita dengan Ibuk. "Buk, malak sudah dua tahun. Sudah bisa begini begitu Buk. Sudah pinter ini itu dan lain sebagainya". 
Tapi takdir berkata lain. Ibuk kapundut sebelum aku sempat menyampaikan cerita remeh temeh khas ibu-ibu baru itu. 

Ketika itu aku sempat merasa kasihan pada malak. "Ya Allah dek, kamu cuma sebentar ya sama Mbahyi". Tapi lalu aku tersadar. Aku tidak seharusnya merasa kasihan. Astaghfirullah..

Walaupun hanya dua tahun bersama tapi malak sungguh beruntung sempat merasakan kasih sayang yang luar biasa dari Mbahyinya.

Saat masih di dalam perut, Ibuk sudah menghadiahi macam-macam. Kamar lama tapi baru disiapkan untuk malak. Ibuk juga membeli sendiri lemari, ember dan perlengkapan lainnya untuk malak. 
Bahkan peralatan makan pun juga sudah dibelikan. 

Sehari setelah malak lahir, anting-anting sudah disiapkan Ibuk untuk dipasangkan di kedua telinga malak. Lalu beberapa hari kemudian, Ibuk menghadiahi gelang yang tentu saja masih sangat kedodoran saat dipasangkan di tangan malak yang kecil iwir-iwir. 

Hari-hari berikutnya seperti tiada hari tanpa hadiah. Tindak kemana saja, kondurnya selalu membawa sesuatu untuk malak. Entah itu baju, sepatu, boneka, jilbab, buku atau mainan. 

Ketika malak usia lima bulan, saat sedang di Surabaya, aku bawa dia berenang di baby spa. Aku kirim video dan foto-fotonya ke Ibuk. Tak disangka, beberapa waktu kemudian Ibuk membelikan kolam renang mungil untuk malak. "Ben renang ning omah. Lucu og" begitu kata Ibuk waktu itu. 

Ibuk pula yang selalu ngingetin aku untuk bikin bancakan weton-nya malak. 
Waktu malak keluar gigi pertama, Ibuk langsung utusan bikin bubur pake jagung pipil. Begitu juga saat malak bisa jalan. Sego jangan menir disiapkan untuk bancakannya. 

Sebelum gerah -yang mengakibatkan Ibuk ndak bisa ngangkat-ngangkat beban berat- setiap malak nangis dan rewel, Ibuk langsung mengambil alih. Menggendong malak sambil bersalawat atau ngaji.
Setelah ndak bisa nggendong-nggendong lagi, Ibuk selalu minta malak dinaikkan ke atas kasur beliau tiap kali malak pengen main sama Mbahyinya. 

Beberapa hari sebelum kapundut, malak dan saudara-saudaranya juga masih mendapat hadiah dari Mbahyinya. 

Ibuk, maturnuwun atas cinta dan kasih sayang yang begitu besar untuk kami. Doakan kami kuat menjalani hari-hari kedepan ya Buk. 

-------------------------------------
Tanggal 20 September 2016 ba'da Maghrib, Pakde Maftuh Basyuni menyusul Ibuk. 

Siapapun yang mengenal Pakde Tuh -begitu kami biasa ngaturi beliau- pasti akan mengatakan kalo Pakde itu sosok yang tegas, bersih, amanah dan perhatian.

Aku ingat, Ibuk pernah bercerita tentang sosok Pakde Tuh. Saat bercerita, mata Ibuk berkaca-kaca. Suara tersendat menahan tangis. Bukan tangis kesedihan tapi tangis haru bahagia. Dari ceritanya, bisa kutangkap betapa Ibuk sangat bangga pada Pakde Tuh. 

Tahun 2004 ketika aku beribadah haji dan mendapat musibah, Pakde yang saat itu menjabat sebagai Dubes atau Menteri Agama ya? -ditengah kesibukannya- menyempatkan rawuh ke maktab untuk menengok. 
"Piye nduk? Ora popo kowe?" Begitu sapa beliau ketika melihatku. 

Beliau tak lama berada di maktab kami. Walaupun hanya sebentar tapi kami seneng banget. Di saat yang sibuk, Pakde masih meyempatkan perhatiannya untuk kami. 

-------------------------------------
Dua bulan setelah Pakde Maftuh Basyuni wafat, tepatnya tanggal 20 November 2016, kabar duka kembali aku terima. Pakde Zaki (kakak tertua Ibu mertua) kapundut. 

aku bertemu dengan Pakde Zaki mungkin hanya tiga kali. Kami jarang sekali bertemu karena beliau berdomisili di Bali.

Ketika masih manten baru, aku diberi wejangan macem-macem oleh Pakde. Namanya baru kenal, waktu itu aku juga deg-degan dan agak-agak takut diajak ngobrol sama beliau. Tapi karena beliau guyon terus dan ndawuhinya juga dengan gaya santai, aku pun jadi nggak tegang. 

Dengan ponakan-ponakannya yang lain, aku lihat Pakde sangat dekat. Kadang saling guyon, saling ledek dan eyel-eyelan. Waktu itu cuma ngebatin aja: seru juga Pakde dan ponakan-ponakan ini 😊. 

Beliau gerah sudah cukup lama. Beberapa hari sebelum wafat, sempat video call-an sama beliau. 
Sekarang Pakde sudah ndak kesakitan lagi ya Pakde? InsyaAllah Pakde sudah bahagia sekarang. 

-------------------------------------

Satu minggu setelah Pakde Zaki wafat, tepatnya tanggal 28 November 2016, kami kembali mendapatkan kabar duka. 
Pagi-pagi masih dalam kondisi agak ngantuk, aku dapat kabar dari Abah.
"Lik Nafis kapundut". 
"Lik Nafis Bangilan, Bah?" tanyaku memastikan.
"Iya" jawab Abah pendek. 

Dalam perjalanan ke Bangilan untuk ta'ziyah, ingatanku melayang ke peristiwa empat tahun yang lalu.

Tahun 2013, pertama kalinya aku ketemu dengan Paklik Nafis Misbah. 
(Duluuuu waktu aku kecil dan Mbah Misbah masih sugeng, setiap lebaran keluarga besar Bani Bisri selalu sowan ke Mbah Bah -begitu kami ngaturi Mbah Misbah. Yang aku ingat hanya sosok Mbah Bah saja. Aku sama sekali nggak ingat bahkan mungkin nggak paham dengan putra-putra Beliau. Setelah Mbah Bah kapundut, aku nggak pernah ke Bangilan lagi dan baru kesana ya empat tahun yang lalu itu).

"Assalamu'alaikum"... kami (aku dan mas Rizal) bersamaan mengucapkan salam. 
"Wa'alaikumsalam" jawab sang pemilik rumah sambil membukakan pintu.
"Paklik Nafis nggih?" tanyaku ragu-ragu.
"Iyo. Sopo iki?" tanya Beliau sambil memandang kami dengan ekspresi heran.
"Kulo almas binti Mustofa Bisri Rembang" jawabku pelan. Bukan karena takut melihat sosoknya yang tampak galak tapi lebih karena malu karena sama Pakliknya sendiri kok ga kenal. 
"Masya Allah! Ayo mlebu! Mlebu!" Beliau lalu mempersilahkan kami untuk masuk. 

Semenjak itu, Alhamdulillah setiap lebaran bisa sowan kesana. Seneng rasanya bisa kembali nyambung dengan keluarga Bangilan.

Terakhir ketemu Lik Nafis, tanggal 16 Juli 2016. Waktu itu ada saudara di Senori yang punya gawe. Selesai acara, kami sowan ke Beliau. 
Pada pertemuan terakhir itu, Lik Nafis sempat ndangu; "wingi Tain mampir Rembang pora? Jare arep sowan Abahmu".
Dengan nggak enak hati, aku balik bertanya; "mm... Tain sinten nggih Lik?" 
"Yo Paklikmu! Piye tho?!" 

(Ya Tuhan, saking banyaknya saudara aku sampai nggak mudeng siapa-siapa aja. Nyuwun ngapunten Gustiii).

Lalu beliau pun berpesan: "karo dulur-dulur sing wis suwe ora ketemu, disambung maneh. Ojo nganti pedot". Ternyata itulah pesan terakhir beliau untuk kami. 


aku yakin, Beliau-beliau sekarang sudah bahagia berada ditempat yang lebih indah, di dekatNya. 
Lahumul faatihah..
-------------------------------------

Selamat tinggal tahun 2016 dan selamat datang tahun 2017. Selamat tahun baru untuk semuanya. Semoga hal-hal baik di tahun lalu bisa terus kita lakukan. Dan yang buruk-buruk tidak lagi terulang. 






























Tidak ada komentar:

Posting Komentar