Minggu, 02 Maret 2008

POHON APEL TUA

aku baca di sebuah majalah, satu cerita bagus berjudul “POHON APEL TUA”. Aku baca sumbernya tertulis : UNKNOWN/dari internet.

Mungkin sudah ada yang pernah baca cerita itu. Yang belum, aku salinkan cerita tersebut. Maksudku bukan untuk mengkomersialkan cerita itu lho. Aku Cuma ingin berbagi aja. Soalnya ceritanya bagus dan sayang kalo tidak dibagi ke orang lain. Insya Allah, orang yang bikin cerita tersebut, nggak akan marah kalo karyanya aku salin. Hehehe….

Semoga ada yang bisa ‘diambil’ dari cerita tersebut.

Ini ceritanya…………………….

 

“POHON APEL TUA”

 

Alkisah, hiduplah sebatang pohon apel. Seorang anak laki-laki gemar datang dan bermain di sekitarnya, setiap hari. Ia gemar memanjat sampai puncaknya, menikmati kelezatan buahnya, rehat dibalik bayangannya. Ia mencintai pohon apel itu dan sang pohon pun senang bermain dengannya. Waktu berlalu. Dan bocah itu kini telah dewasa dan tak lagi bermain di sekitar pohon itu lagi.

 

Pada suatu hari, si bocah tampak kembali kepada sang pohon, dan ia kelihatan sedih. “Saya bukan lagi anak-anak, saya tidak lagi bermain di sekeliling pohon. Saya ingin mainan. Saya butuh uang untuk membelinya.”

“Maaf, tapi aku tak memilikinya, tapi kamu dapat memetik semua apelku dan menjualnya. Maka, kau akan mendapatkan uang”. Anak itu begitu senangnya. Ia petik semua apel dari pohon itu dan meninggalkannya dengan suka cita. Anak itu tak pernah lagi kembali setelah memetik semua apel. Sang pohon pun bersedih.

Suatu hari, si anak yang sudah dewasa itu kembali lagi, dan betapa senangnya si pohon apel. “Ayo bermainlah dengan saya”, kata si pohon. “Saya tak punya waktu untuk bermain. Saya harus mencari nafkah untuk keluargaku. Kami perlu sebuah rumah untuk berteduh. Bisakah kamu menolongku?”

“Maaf, tapi aku tidak punya rumah, tapi kau bisa memangkas batang-batangku untuk membangun rumahmu”. Maka si lelaki itu menebangi semua batang pohon apel dan meninggalkannya dengan rasa bahagia. Pohon itu bahagia melihat kawannya semasa kecil itu tampak bahagia, tapi ia itu tak pernah kembali lagi. Pohon itu kembali kesepian, dan bersedih hati kembali.

Pada suatu hari yang panas, si lelaki itu kembali dan sang pohon tampak senang sekali. “Datanglah dan mari bermain denganku!” kata si pohon. “Saya sedang duka dan mulai tua. Saya ingin pergi berlayar untuk bersantai. Bisakah kau memberiku sebuah kapal?”

“Pakailah dahanku untuk membikin perahumu. Kau dapat berlayar jauh dan bersenang-senang”. Maka si lelaki itu lantas memotong dahan untuk membuat perahu. Lalu pergi berlayar dan tak pernah menampakkan diri untuk waktu yang lama.

Akhirnya, si anak kembali setelah pergi bertahun-tahun. “Maaf, anakku. Tapi kini tak ada lagi sesuatu pun padaku yang dapat kuberikan untukmu. Tak ada lagi buah-buah apel untukmu”, kata pohon apel dengan sedih. “Saya toh tak lagi punya gigi untuk mengunyah”, jawab si anak. “Tak ada lagi dahan yang dapat kau panjati”.

“Saya terlalu tua untuk itu sekarang”, kata si anak lagi.

“Saya sungguh tak memiliki apapun lagi untukmu…. yang tertinggal kini hanyalah akar tuaku yang mulai mati”, kata si pohon dengan berlinang air mata.

“Saya tak perlu banyak sekarang, hanya tempat untuk beristirahat. Saya telah lelah untuk semuanya akhir-akhir ini”, kata si anak.

“Bagus! Akar tua pepohonan adalah tempat terbaik untuk bersandar dan beristirahat. Mari, duduklah bersamaku dan beristirahatlah”.

Anak itu pun duduklah dan sang pohon sangat gembira dan tersenyum sambil berurai air mata…..

 

Ini adalah kisah setiap orang. si pohon adalah orang tua kita. Saat kita masih muda, kita senang bermain dengan Ayah dan Bunda….. Ketika kita dewasa, kita tinggalkan mereka…… dan hanya datang saat butuh bantuan.

Apapun, orang tua akan selalu di sana dan memberikan segalanya untuk membuatmu bahagia. Mungkin kalian akan berpikir betapa kejamnya si anak terhadap si pohon, tapi begitulah cara kita semua memperlakukan orang tua kita.

 

Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan.

Dan yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, bahwa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.

 

4 komentar:

  1. TFS ya mbak Almas....pohon apelku kini sudah dicabut oleh penanamnya, menyisakan penyesalan di dada karena aku tidak ada disisinya untuk menyiraminya ketika daun-daunnya muai layu...

    BalasHapus
  2. udah pernah baca...dan memang jaman sekarang banyak yang gak sadar dan mengerti akan apa yang dilakukan orangtua kita...
    anak2 jaman sekarang menurutku terlalu egois, ndak tau kalo orang tua pasti mau yang terbaik buat kita...setelah semua terlambat baru pada menyesal....

    BalasHapus
  3. mudah-mudahan aku nggak termasuk yang kelak akan menyesal...

    BalasHapus
  4. hiks..hiks...hiks...
    pohon apelku tinggal satu....
    aku gak mau menyia2kannya!!!!!!!!!

    BalasHapus