Selasa, 12 Februari 2008

Sang Pemimpi

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Nonfiction
Author:Andrea Hirata
Hanya butuh waktu 2 hari untuk ‘melahap habis’ buku kedua Andrea Hirata ini. Ceritanya seru dan mengharukan sekali. Kalo di buku pertama –Laskar Pelangi- aku hanya sampai pada tingkatan ‘berkaca-kaca’, buku ini berhasil membuatku sampai nangis deleweran.
Buku ini menceritakan serunya masa-masa remaja si penulis. Masa-masa SMA lengkap dengan kenakalan khas anak-anak SMA.
Selain Ikal, ada juga Arai dan Jimbron.
Arai, saudara angkat Ikal yang ditinggal wafat Ibunya ketika dia baru kelas 1 SD. Sejak Ibunya wafat, Arai tinggal berdua saja dengan Ayahnya. Itupun tak berlangsung lama, menginjak kelas 3 SD, Ayahnya juga wafat. Ayah Ibunya merupakan anak-anak tunggal dan kakek neneknya dari ekdua orangtuanya juga telah tiada. Oleh karena itu, Arai mendapat julukan ‘Simpai Keramat’ yang artinya orang terakhir yang tersisa dari suatu klan.
Bagian mengarukan pertama; saat Arai dijemput oleh Ikal dan Ayahnya untuk diajak tinggal bersama. Beberapa langkah sebelum naik ke mobil yang mengangkutnya, Arai menoleh ke belakang, ke arah gubuknya untuk yang terakhir kalinya. Ekspresinya datar. Anak sekecil itu telah belajar menguatkan dirinya. Yang menangis justru Ikal dan Ayahnya. Sepanjang perjalanan, mereka berdua tak henti-hentinya mencucurkan airmata.
Arai walaupun kadang-kadang bikin jengkel Ikal, tapi Ikal tetap menganggap Arai sebagai ‘pelindungnya’. Seniman kehidupan sehari-hari itulah sebutan Ikal untuk Arai.
Sahabat dekat Ikal satunya lagi bernama Jimbron. Jimbron mengidap gagap akut. Tapi dia gagap hanya jika ketakutan dan jika sangat senang.
Jimbron juga sangat terobsesi pada kuda. Segala jenis kuda dan sejarahnya, dia sangat paham sekali.
Ada juga Pak Mustar, guru yang sangat keras pada murid-muridnya. Awalnya dia tidak seperti itu. Tapi sejak anaknya ditolak masuk ke SMA yang dirintisnya karena NEM-nya tidak memenuhi syarat, dia lalu melampiaskan kemarahannya dengan cara-cara ‘kejam’. Kesalahan sepele, diganjar dengan hukuman yang tak masuk akal. Seperti ketika menghukum Ikal, Arai dan Jimbron. Gara-garanya mereka bertiga tertangkap basah ketika sedang nonton bioskop yang memutar film panas. Padahal mereka sudah menyamar. Mereka menyamar dengan cara memakai sarung yang sudah berbulan-bulan tak dicuci. Baunya naudzubillah! Ternyata itu cara agar ketika melewati petugas penyobek kasrcis, mereka tidak diperiksa dulu. Ternyata benar, karena mencium bau yang sangat tidak enak, petugas bioskop –tanpa melihat- langsung menyuruh masuk mereka bertiga.
Mereka akhirnya ketahuan, karena penjual jagung disekitar bioskop melaporkan adanya tiga pengunjung yang gerak-geriknya mencurigakan.
Mereka mendapat hukuman dari Pak Mustar. Mereka harus menirukan beberapa adegan dalam film ‘panas’ tersebut di lapangan sekolah. Tentu saja penampilan mereka membuat heboh seisi sekolah.

Pas Mustar selain suka memberikan hukuman ‘kejam’, juga mempunyai cara unik untuk ‘mempermalukan’ murid sekaligus orang tuanya. Jadi, setiap kali penerimaan rapor. Di aula tempat penerimaan rapor, kursi-kursi yang akan ditempati oleh para wali murid diberi angka sesuai ranking anaknya. Wali murid yang anaknya masuk dalam kelompok ‘garda depan’ tentu saja bangga karena bisa duduk paling depan. Kebalikannya wali murid yang anaknya mendapat ranking belasan maupun puluhan, bisa dipastikan akan malu sekali. cara ini terbukti ampuh. Murid-murid jadi tergerak untuk lebih giat lagi belajarnya, agar nggak bikin malu orangtuanya.
Ayah Ikal selalu bersemangat mengambil rapor Ikal dan Arai. Walaupun harus bersepeda sejauh 30 km, Beliau tidak pernah absen. Beliau bangga karena Ikal dan Arai selalu masuk garda depan. Hanya sekali Ikal keluar dari posisi terhormat tersebut.
Waktu itu tahun terakhir SMA Ikal. Dia tiba-tiba manjadi malas belajar karena sudah membayangkan setelah lulus tidak akan bisa sekolah lagi dan hanya akan menjadi pekerja kasar. Bayangan tersebut menjadikan Ikal yang semula optimis berubah pesimis. Nilainya hancur. Ketika penerimaan rapor, Ikal mengira Ayahnya tidak akan datang karena kecewa. Tapi ternyata Ayahnya tetap datang ke sekolah. Datang bersepeda, memakai baju safari kebanggaannya dan tetap dengan senyum tulusnya. (Ini bagian mengharukan kedua). Sikap Ayahnya ini seperti ‘menampar’ Ikal. Sejak itu Ikal tak pernah malas-malasan lagi.
Bagian mengharukan ketiga, waktu Jimbron memberikan dua buah celengan kudanya kepada Ikal dan Arai, ketika mereka berdua hendak merantau ke pulau Jawa setelah lulus SMA.
Kenapa aku bilang mengharukan? Baca sendiri aja deh! ntar juga tau sendiri. Hehehe….
Sama seperti buku pertamanya, buku kedua juga ada sedihnya, harunya, lucunya, senengnya bla bla bla.
Dari buku ini aku jadi tau, bahwa mimpi-mimpi yang rasanya mustahil terwujud, ternyata bisa terwujudkan jika kita benar-benar mau berjuang untuk mewujudkannya.
Jadi, jangan takut untuk bermimpi!!!!

Gambar diambil dari sini


3 komentar:

  1. Baca buku ini bikin kita ngga takut bermimpi... Salut banget sama persahabatan Ikal, Arai dan Jimbron, tuluuuuuus banget. Sempet terharu pas Jimbron ngasih celengan kuda-nya ma ikal 'n arai.. Coba klo mba, mesti pikir2 mo ngasih celengan ke orang lain(aku juga ding!!,he)

    BalasHapus